HTML

Selamat Datang di Zona Kreatifitas I Kade Wijaya, S.Kep.,Ns.

Selasa, 28 Mei 2013

Ulkus Diabetik mellitus

A.    Anatomi Pankreas









Gb. 1 – Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan ±12,5 cm dan tebal ± 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai kelengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari) organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin.
a.    Struktur Pankreas terdiri dari :
1)    Kepala pankreas
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum dan yang praktis melingkarinya.
2)    Badan pankreas
Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
3)    Ekor pankreas
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh limfa.
b.    Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum:
1)    Ductus Wirsung, yang bersatu dengan ductus choledukus, kemudian masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi
2)    Ductus Sartonni, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah atas sphincter oddi.
c.    Jaringan pankreas
Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas :
1)    Asim berfungsi untuk mensekresi getah pencernaan dalam duodenum
2)    Pulau langerhans
d.    Pulau-pulau langerhans







Gb. 2 – Struktur Pulau Langerhans
1)    Hormon-hormon yang dihasilkan
a)    Insulin adalah suatu poliptida mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh gambaran disulfide.
b)    Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim dimembran sel yang mengalami internalisasi bersama insulin
c)    Efek faali insulin yang bersifat luas dan kompleks
2)    Efek-efek tersebut biasanya dibagi:
a)    Efek cepat (detik)
Peningkatan transport glukosa, asam amino dan k+ ke dalam sel peka insulin.
b)    Efek menengah (menit)
Stimulasi sintesis protein, penghambatan pemecahan protein, pengaktifan glikogen sintesa dan enzim-enzim glikolitik.
c)    Efek lambat (jam)
3)    Peningkatan Massenger Ribonucleic Acid (MRNA) enzim lipogenik dan enzim lain. Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari:
a)    Ekstraksi glukosa
b)    Sintesis glikogen
c)    Glikogenesis
4)    Glukogen
Molekul glukogen adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung 29 n residu asam amino dan memiliki 3485 glukogen merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologi meningkatkan kadar glukosa darah.
a)    Somatostatin
Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukogen dan polipeptida pankreas dan mungkin bekerja di dalam pulaupulau pankreas.
b)    Polipeptida pankreas
Polipeptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang dibentuk oleh sel pulau langerhans.

B.    Fisiologi
Fungsi eksokrin pankreas:
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. la juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kemotripsin, karboksi, peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease. Tiga enzim pertama memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan nuclease memecahkan kedua jenis asam nukleat, asam ribonukleat dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang menghidrolisis pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
1)    Pancreatic juice
Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin (7,1 - 8,2) pada pancreatic juice sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan enzim-enzim dalam usus halus.
2)    Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu :
a.    Pengaturan saraf
b.    Pengaturan hormonal


Fungsi endokrin pankreas
Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat kelompokkelompok sel epithelium yang jelas, terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin.






























BAB I
KONSEP DASAR ULKUS DIABETIK

A. Definisi Ulkus diabetik.
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien diabetes sangat beresiko terhadap kejadian luka dikaki (Litzelman, 1993) dan merupakan jenis luka kronis yang sangat sulit penyembuhannya. Perawtan luka diabetes khususnya dikaki relatif mahal, namun menjadi lebih berkualitas dibanding pasien harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya.
Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap kejadian luka dikaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak terutama jika klien dengan obesitas, neoropati sensorik, iskhemia sehingga proses penyembuhan menjadi lambat akibat konstriksi pembuluh darah.
Adanya gannguan sistem imunitas, pada klien diabetes menyebabkan luka mudah terinfeksi dan jika terkontaminasi bakteri akan menjadi ganren sehingga makin sulit pada perawatannya serta beresiko terhadap amputasi.
B. Klasifikasi ulkus diabetik.
Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetic disebabkan oleh factor:
a. Diabetika neuropati
b. Iskemia
c. Neuroiskemia
Pada ulkus yang dilatar belakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada atau tidak pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi. diabetic iskemik Pada DM dengan iskemik terjadi vaskuler iskemik → terjadi penyempitan pembuluh darah karena terebentuk plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah → asupan darah berkurang → agregat platelet juga berkurang → proses penyembuhan luka sukar terjadi.
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner, terdiri dari 6 tingkatan :
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :
a. Sering kesemutan.
b. Nyeri kaki saat istirahat.
c. Sensasi rasa berkurang.
d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
g. Kulit kering.
D. Diagnosis Ulkus diabetik
Diagnosis ulkus diabetik meliputi :
a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka atau ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. Pemeriksaan Doppler ultrasound adalah penggunaan alat untuk memeriksa aliran darah arteri maupun vena. Pemeriksaan ini ntuk mengidentifikasi tingkat gangguan pada pembuluh darah arteri maupun vena. Dengan pemeriksaan yang akurat dapat membantu proses perawatan yang tepat. Pemeriksaan ini sering disebut dengan Ankle Brachial Pressure Index. Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di tangan atau lebih tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. hasil pemeriksaan yang akurat dapat membantu diagnostic ke arah gangguan vena atau arteri sehingga manajemen perawatan juga berbeda.
b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.
E. Patogenesis Ulkus diabetik
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu: Iskemik, Neuropati, dan Infeksi.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika.
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosisbakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetik, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis. Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinis bila ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol harus dicurigai adanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan rontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan dilakukan sebelum 10–21 hari gambaran kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini masih sering sulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropati neuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapat memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi, gas gangren, deformitas kaki. Uji probe to bone menggunakan probe logam steril dapat membantu menegakkan osteomielitis karena memiliki nilai prediksi positif sebesar 89%. Untuk lebih memastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat membantu karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%. Namun diagnosis pasti osteomielitis tetap didasarkan pada pemeriksaan kultur tulang.
F. Bagan terjadinya luka diabetes


G. Pengkajian Luka Diabetikum















a. Lokasi dan letak luka
Dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga luka dapat diminimalkan. Misalnya klien datang dengan letak luka pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu jari kaki adalah akibat penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu sempit, angka kejadian luka diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan sepatu yang sempit.







b. Stadium luka
Stadium luka dapat dibedakan berdasarkan atas :
a) Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis paling atas dan terbagi atas stadium I dan II
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis yang hilang
Stadium II : hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis paling atas.
b) Full Thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subkutan dan terbagi atas stadium III dan IV
Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan subkutan
Stadium IV : rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan tulang.
Stadium Wagner untuk luka kaki diabetic
a. Superficial Ulcer
a) Stadium 0 yaitu tidak terdapat lesi . kulit dalam keadaan baik, tetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol / charcot arthropathies.
b) Stadium 1 yaitu hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang tampak tulang yang menonjol.
b. Deep ulcers
a) Stadium 2 yaitu lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon ( dengan goa)
b) Stadium 3 yaitu Penetrasi hingga dalam, osteomyelitis, pyarhrosis, plantar abses atau infeksi hingga tendon.
c. Gangrene
a) Stadium 4 yaitu gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.
b) Stadium 5 yaitu seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangrene.
c. Warna dasar luka
Selama ini kita mengenal banyak sekali metode yang dipakai di klinik untuk menentukan tingkatan atau stadium dan klasifikasi dari derajat keseriusan suatu luka.
Kemudahan yang ingin diperkenalkan untuk menilai derajat keseriusan luka adalah menilai warna dasar luka.
Sistem ini bersifat konsisten , mudah dimengerti dengan bahasa sederhana dan sangat tepat guna dalam membantu memilih tindakan dan terapi perawatan luka serta mengevaluasi kondisi luka.
Sistem ini dikenal dengan sebutan RYB / Red Yellow Black ( Merah-Kuning-Hitam)
a) Red/Merah. Luka dengan dasar warna luka merah tua atau terang dan tampak selalu lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna merah dasar merah adalah mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah terjadinya trauma dan perdarahan.
b) Yellow kuning. Luka dengan dasar luka warna luka kuning atau kecokelatan atau kuning kehijauan atau kuning pucat adalah jaringan nekrosis. Merupakan kondisi luka yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskularisasi. Hal tersebut harus dicermati bahwa semua luka kronis merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi. Terinfeksi tidaknya luka dapat dinilai dengan adanya peningkatan jumlah leukosit darah dalam tubuh dan perubahan tanda infeksi lain seperti peningkatan suhu tubuh. Tujuan perawatannya adalah dengan meningkatkan system autolysis debridement agar luka berwarna merah, absorb eksudate,menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi atau menghindari kejadian infeksi.
c) Black/hitam. Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis, merupakan jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatannya sama dengan dasar warna luka kuning.
d. Bentuk dan ukuran luka
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi atau dengan pengambilan photography. Tujuannya untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses penyembuahan luka.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran luka adalah mengukur dengan menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut digunakan berulangkali,hindari terjadinya infeksi silang/nosokomial.
Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan mengkaji panjang, lebar dan kedalaman luka, kemudian dengan menggunak kapas lidi steril, masukkan ke dalam luka dengan hati-hati untuk menilai ada tidaknya goa, dan mengukurnya mengikuti arah jarum jam.
e. Status vascular
Menilai status vascular berhubungan erat dengan pengangkutan atau penyebaran oksigenn yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang merupakan unsure penting dalam proses penyembuhan luka.
Pengkajian status vaskuler meliputi :
a) Palpasi. Palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya denyut nadi, perabaan pada daerah tibial atau dorsal pedis. Klien lanjut usia biasanya ada kesulitan meraba denyut nadi, dapat dikerjakan dengan menggunakan stetoskop atau ultrasonic dopler. Tingkatan denyut nadi : (1) absen/tidak teraba, (2) ada denyut nadi sebentar, (3) teraba tappi kemudian hilang, (4) normal, (5) sangat jelas, kemungkinan ada bendungan/aneurysm
b) Capillary refill. Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberi tekanan pada ujung jari, setelah tampak kemerahan, segera lepaskan tekanan dan lihat apakah pada ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi, menurun atau menghilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari yang tipis dan rambut yang tidak tumbuh, merupakan indikasi iskemia, dengan kapilari refill lebih dari 40 detik.
Capillary refill time:
Normal 10-15 detik
Iskemia sedang 15-25 detik
Iskemia berat 25-40 detik
Iskemia sangat berat > 40 detik
c) Edema. Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada midcalf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari pada tulang menonjol di tibia atau medial malleolus. Kulit yang edema akan tampak lebih coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan tanda adanya gangguan darah balik vena. Tingkatan pada edema : 0 - 1/4 inch yaitu 1+ ( mild),. - . inch yaitu 2+ (moderate), . - 1 inch yaitu 3+ (severe) temperature kulit memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta merupakan variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan. Cara melakukan penilaian dengan menempelkan punggung tangan pada kulit sekitar luka dan membandingkannya dengan kulit bagian lain yang sehat.
f. Status neurologic
Pengkajian status neurologic terbagi dalam pengkajian status fungsi motorik, fungsi sensorik dan fungsi autonom.
a) Fungsi motorik. Pengkajian status fungsi motorik berhubungan dengan adanya kelemahan otot secara umum, yang menampakkan adanya perubahan bentuk tubuh, terutama pada kaki, seperti jari-jari yang menekuk atau mencengkeram dan telapak kaki menonjol. Penurunan fungsi motorik menyebabkan penggunaan sepatu atau sandal menjadi tidak sesuai terutama pada daerah sempit dan menonjol sehingga akan menjadi penekanan terus menerus yang kemudian timbul kalus dan disertai luka.
b) Fungsi sensorik. Pengkajian fungsi sensorik berhubungan dengan penilaian terhadap adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas. Banyak klien dengan diabetic mengalami gangguan neuropati sensorik akan merasakan bahwa luka yang baru saja terjadi padahal kenyataannya sudah terjadi pada beberapa waktu sebelumnya.
c) Fungsi autonom. Pengkajian fungsi autonom pada klien diabetic dilakukan untuk menilai tingkat kelembaban kulit. Biasanya klien akan mengatakan keringatnya berkurang dan kulitnya kering. Penurunan factor kelembaban kulit akan menandakan terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada ekstremitas) akibatnya akan timbul fisura yang diikuti dengan formasi luka.





Gb.26. kulit yang kering dapat menyebabkan luka pada penderita diabetes.
g. Infeksi
Kejadian infeksi dapat diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda infeksi secara klinis seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit yang meningkat. Pseudomonas aeuruginase danStaphylococcus aereus, keduanya merupakan organisme patogenik yang paling sering muncul pada perawatan luka. Namun selama komponen sistemik tubuh mampu mengatasi hal ini dan kolonisasi bakteri tidak melebihi dari jumlah normal, teknik pencucian dan perawatan yang tepat cukup mampu mengatasi hal tersebut. Luka yang terinfeksi didefinisikan apabila terjadi peningkatan konsentrasi bakteri > 105 organisme/gram pada jaringan luka. Luka yang terinfeksi seringkali ditandai dengan eritema yang semakin meluas, edema, cairan berubah purulent, nyeri yang lebih sensitive, peningkatan temperature tubuh, peningkatan jumlah sel darah putih dan timbul bau yang khas.
h. Faktor Risiko Ulkus diabetika
Gangren (diabetic foot ulcer) mempunyai beberapa faktor resiko seperti pada gambar I.2







Gambar  Faktor resiko terjadinya foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)
Umumnya infeksi pada diabetic foot ulcer adalah polimikroba (gambar I.3) dengan Staphylococcus serta Streptococcus adalah bakteri yang paling dominan menyebabkan infeksi. Penanganan infeksi pada gangren memerlukan antibiotika yang sesuai. Pemilihan antibiotik secara empiris berdasarkan tingkat keparahan dengan kriteria luka yang mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan mengancam nyawa. Berikut ini adalah antibiotik yang terpilih:
1. Non limb-threatening infection dengan kriteria ulcer berada pada lapisan superficial, tanpa tanda iskemia, serta penyakit tulang dan sendi (missal osteomylitis) : Untuk infeksi ini dapat digunakan antibiotika peroral yaitu cephalosporin (cefadroxil, cephalexin), fluoroquinolon (levofloxacin), penicillin (amoxilin/clavulanat), kotrimoxazol, doxycycline.
2. Limb-threatening infection dengan kriteria infeksi yang lebih serius dan akut, dijumpai pada pasien diabetes dengan PAD, terjadi leukositosis serta gejala infeksi lain.
Antibiotika yang dapat digunakan : Ampicilin/sulbactam, ticarcillin/clavulanat, ceftazidime + klindamisin, cefotaxim } klindamisin, Fluoroquinolon + klindamisin, vancomisin + levofloxacin + metronidazol, imepenem/cilastin.
3. Life-threatening infection. Antibiotika yang dapat digunakan :
Ampicilin/sulbactam+aztreonam, Fluoroquinolon+vancomisin +metronidazol, imepenem/cilastin (Frykberg, R.G., 2006)
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a) Umur ≥ 60 tahun.
b) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) :
a) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
b) Obesitas.
c) Hipertensi.
d) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
e) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
f) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
Kolesterol Total tidak terkontrol, Kolesterol HDL tidak terkontrol dan Trigliserida tidak terkontrol.
g) Kebiasaan merokok.
h) Ketidakpatuhan Diet DM.
i) Kurangnya aktivitas Fisik.
j) Pengobatan tidak teratur.
k) Perawatan kaki tidak teratur.
l) Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetik lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
a. Umur ≥ 60 tahun.
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetik karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada aterosklerosis, makroangiopati, yang factor-faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus diabetik.
b. Lama DM ≥ 10 tahun.
Ulkus diabetik terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki. Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
c. Neuropati.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika.
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 2 kg/m2 (pria) atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren diabetika.
e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi ulkus diabetika dengan tanpa hipertensi pada DM15.
f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.
g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali. Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensitylipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian kasus kontrol oleh Pract, pada penderita DM dengan kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol mempunyai risiko ulkus diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol, trigliserida normal
h. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3 X untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.
Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
i. Ketidakpatuhan Diet DM
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.
j. Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida. Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita DM dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak teratur akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah raga yang teratur.
k. Pengobatan tidak teratur.
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus diabetika.
l. Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan oleh Calle dkk. Pada 318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki kemudian diikuti selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden) melaksanakan perawatan kaki teratur dan kelompok II (95 responden) tidak melaksanakan perawatan kaki, pada kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7 responden dan kelompok II terjadi ulkus sejumlah 30 responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasi sejumlah 1 responden dan kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian pada diabetisi dengan neuropati yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur.
m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat menyebabkan tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus diabetika 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang tepat.
i. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetic
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah:
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g. Menghentikan kebiasaan merokok.
h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
• Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
• Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air, suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.
• Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene).
• Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak.
• Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
• Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist.
• Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula,luka dan lecet.
• Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
• Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2. Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai.
3. Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit.
4. Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.
5. Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
6. Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
7. Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
8. Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
9. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis, yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.
• Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin, nikotin.
• Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap control walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.
j. Manajemen perawatan luka diabetic
a. Pencucian luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang bersih, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada cairan luka. Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat proses penyembuhan luka dan menghindari kemungkinan terjadinya infeksi.
Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar dalam manajemen luka. Merupakan basis untuk proses penyembuhan luka yang baik, karena luka akan sembuh dengan baik jika luka dalam kondisi bersih.
Teknik pencucian pada luka.
Teknik pencucian pada luka antara lain dengan swabbing, scrubbing, showering, hydrotherapi, whirlpool, dan bathing. mencuci dengan teknik swabbing dan scrubbing tidak terlalu dianjurkan pada pencucian luka, karena dapat menyebabkan trauma pada jaringan granulasi dan epithelium, juga membuat bakteri terdistribusi bukan mengangkat bakteri. pada saat scrubbing atau menggosok dapat menyebabkan luka menjadi terluka sehingga dapat meningkatkan inflamasi ( persisten inflamasi). teknik showering (irigasi), whirpool, dan bathing adalah teknik yang paling sering digunakan dan banyak riset yang mendukung teknik ini. keuntungan dari teknik ini adalah dengan teknik tekanan yang cukup dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi, mengurangi terjadinya trauma dan mencegah terjadinya infeksi silang serta tidak menyebabkan luka mengalami trauma.
b. Debridement
Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasi kan oleh adanya sel mati yang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini merupakan respon yang normal dari tubuh terhadap jaringan yang rusak.
Jaringan nekrotik dapat dibedakan menjadi 2 bentuk :
a) Eschar yang berwarna hitam, keras, serta dehidrasi impermeable dan lengket pada permukaan luka.
b) Slough-basah, kuning, berupa cairan dan tidak lengket pada luka.
Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk pertumbuhan bakteri.untuk menolong penyembuhan luka, tindakan debridement sangat dibutuhkan.
Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal, surgical, enzimatik, autolysis, dan biochemical.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, Ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu-residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah adalah untuk:
a) mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b) mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
c) Menghilangkan jaringan kalus,
d) mengurangi risiko infeksi lokal.
Cara yang paling efektif dalam membuat dasar luka yang baik adalah dengan metode autolysis debridement. Autolysis debridement adalah suatu cara peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan luka harus dalam keadaan lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secara selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu dengan surgical atau mechanical debridement.
Tindakan debridement lain yang biasa digunakan adalah dengan cara biomechanical menggunakan magots atau larva. Larva akan dengan sendirinya secara selektif memakan jaringan nekrosis sehingga dasar luka menjadi merah.
c. Dressing
Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang harus dilakukan untuk memperbaiki kerusakan jaringan integument. Berhasil tidaknya luka membaik, tergantung pada kemampuan perawat dalam memilih balutan yang tepat, efektif dan efisien.
Tujuan Memilih Balutan
a) Balutan dapat mengontrol kejadian infeksi / Melindungi luka dari trauma dan invasi bakteri
b) Mampu Mempertahankan Kelembaban'
c) Mempercepat Prosespenyembuhan Luka,
d) Absorbs Cairan Luka
e) Nyaman Digunakan,Steril Dan Cost Effective.
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi.
Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.Berikut ini akan dikenalkan beberapa jenis bahan topical terapi yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan perawatan luka diabetic, diantaranya adalah calcium alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel, metcovazin, gamgee,polyurethane foam, silver dressing.
Calcium Alginate
Berasal dari rumput laut, dapat berubah menjadi gel jika bercampur dengan luka. Berupa jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan luka yang berlebihan. Dan keunggulannya adalah kemampuannya menstimulasi proses pembekuan darah jika terjadi perdarahan minorserta barier terjadi kontaminasi oleh psedomonas.


Hydrokoloid
Jenis topikal terapi yang berfungsi untuk mempertahankanluka dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma, dan menghindari dari resiko infeksi, mampumenyerap eksudat minimal. Baik digunakan pada luka yang berwarna merah, abses tau luka yang terinfeksi.
Bentuknya adaberupa lembaran tipis serta pasta. Keunggulannya adalah berbentuk lembaran, tidak memerlukan balutan lain diatasnya sebagai penutup, cukup ditempel dan ganti jika sudah bocor.
Contoh produk hydrocoloid
Hydroaktif gel
Jenis topikal terapi yang mampu melakukan peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri. Banyak mengandung air, akan membuat suasana luka yang kering karena jaringan nekrosis menjadi lembab. Air yang berbentuk gel akan masuk kesela-sela jaringan yang mati dan kemudian akan menggembung jaringan nekrosis seperti lebam mayat yang kemudian akan memisahkan antara jaringan yang sehat dan jaringan mati. Pada keadaan lunak inilah biasanya akan lebih mudah melakukan surgical debridemang atau biarkan tubuh sendiri yang melakukannya.
Polyurethane Foam
Jenis balutan dengan daya serap yang tinggi, sehingga sering digunakan pada keadaan luka yang cukup banyak mengeluarkan eksudat/cairan tang berlebihan dan pada dasar luka yang berwarna merajh sajka. Kemampuannya menampung cairan dapat memperpanjang waktu penggantian balutan. Selain itu balutan ini juga tidak memerlukan balutan tambahan, langsung dapat ditempel pada luka, dan membuat dasar luka menjadi rata, terutama pada hypergranulasi.
Gamgee, balutan anti mikrobial dan pengikat bakteri
Gamgee adalah jenis topikal terapi berupa tumpukan bahan balutan yang tebal dengan daya serap cukup tinggi dan diklaim jika bercampur dengan cairan luka dapat mengikat bakteri.palingh sering digunakan sebagain balutan tambahan setelah balutan utama yang menempel pada luka. Beberapa balutan pada jenis ini ada yang mengandung antimicrobial dan hydrophobic atau mengikat bakteri.
Metcovazin
Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik. Sangat mudah digunakan karena hanya tinggal mengoles saja. Bentuk salep, berwarna putih dan kemasan. Berfungsi untuk support autolisis debridement (meluruhkan jaringan nekrosis / mempersiapkan dasar luka berwarna merah) menghindari trauma saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap, mempertahankan suasana lembab dan suport granulasi. Keunggulannya dapat digunakan untuk semua warna dasar luka dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.
Silver dressing
Kondisi infeksi yang ssulit ditangani, luka mengalami fase statis, dasar luka menebal seperti membentuk agar-agar atau yang dikenal dengan biofilm, penggunaan silver dressing merupakan pilihan paling tepat. Pada keadaan ini luka mengalami sakit yang berat, eksudat dapat menjadi purulen dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dressing ini digunakan dalam jumlah pemakaian 4 x ganti balutan dimana silver menempel pada luka sekurangnya 5-7 hari saja. dengan daya.
d. Edukasi pasien dan keluarga
Edukasi bagi pasien dan keluarga dengan diabetes sangat penting. Hal ini disebabkan penyakit diabetes adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dengan pola hidup sehat (makan sesuai kebutuhan dan olahraga teratur) dan menggunakan oral maupun insulin.
Lima Pilar Menuju Sehat
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
3. Pendidikan
Merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Kontrol Gula Darah
Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika. Sehingga penting dalam kepatuhan pasien dengan DM terhadap diet.
5. Kontrol Tekanan Darah
Pada penderita Diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler sehingga klien dengan diabetes perlu melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin.
e. Aplikasi perawatan luka
1. Pengkajian: catat riwayat pasien dan keluhan utama.
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan pengkajian dan perawatan luka.
3. Cuci tangan.
4. Buka luka perlahan, hindari terjadinya perdarahan / terauma pada luka. Tidak perlu menggunakan pinset dalam membuka balutan, cukup menggunakan tangan yang menggunakan sarung tangan.
5. Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jangan lupa dokumentasikan dengan tepat hal-hal yang harus ditulis dan diambil gambar luka. Jika harus dilakukan pengambilan kultur, sesuaikan dengan prosedur cara pengambilan kultur.
6. Cuci luka, boleh dilakukan dengan perendaman air hangat atau air yang mengandung antiseptik. Hati-hati dalam mencuci luka jangan sampai menyebabkan trauma, terakhir jika luka tidak terdapat infeksi dapat dibilas dengan NS 0,9 % saja atau jika ada infeksi dapat menggunakan larutan antiseptik lain, kemudian bilas dengan NS 0,9 % atau hanya dengan larutan Feracrylum 1%.
7. Siapkan alas bersih dan mulailah dengan merawat luka. ganti sarung tangan saat akan melakukan pembalutan.
8. Pilih topikal terapi sesuai dengan kondisi luka, misalnya sesuai dengan warna dasar luka, bentuk luka, luas dan kedalamannya, terinfeksi atau tidak.
9. Tutup luka dengan seksama, jangan sampai ada luka yang tampak kelihatan dari luar, ukur ketebalan kasa atau bahan topikal yang ditempelkan keluka harus mampu membuat suasana luka optimal (moisture balance) dan memsuport luka kearah perbaikan/segera sembuh.
10. Jika terdapat edema, lakukan pemeriksaan tentang penggunaan balutan kompresi (dopler).
11. Perhatikan kualitas hidup pasien, hindari pasienm tidak bisa melakukan aktifitasnya setelah dikenakan balutan.
12. Jelaskan pada pasien kapan harus kembali lagi untuk melakukan penggantian balutan dan kontrol gula darah.
13. Rapikan semua alat-alat dan perhatikan tentang pembuangan sampah medis.
H. Diagnosis dan Pemeriksaan penunjang
a.    Anamnesis :  
Polidipsi, poliuria, polifagia, perasaan lesu, lemas dan BB menurun, beberapa penderita tidak mengeluhkan suatu gejala sampai timbul komplikasi. Gejala lain berupa kesemutan, gatal, mata kabur, impotensia pluritus vulvae
b.    Pemeriksaan Laboratorium : Ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, kolesteroltotal, kolesterol LDL, trigliserida, asam urat
c.    Pemeriksaan Penunjang lain : EKG, EMG, Foto dada, Fundiskopi
        Kriteria Diagnosis
1.    Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) > 200 mg% (plasma vena) bila disetai dengan gejala klasik seperti 3 P (polidipsi, poliuria dan polifagi), BB menurun, kelemahan dan gatal pada badan
2.    Kadar Glukosa darah Puasa (GDP) . 126 mg%
3.    Kadar Glukosa darah 2 jam setelah pembebanan dengan glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 mg%




BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetic hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
d.    Pengkajian Keperawatan
    AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala    :  Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan.
               Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur / istirahat.
Tanda    :Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan                                    aktivitas.
SIRKULASI
Gejala         : Adanya riwayat hipertensi ; IM akut.
              Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas.
              Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda         : Takikardia.
              Perubahan tekanan darah postural ; hipertensi.
  Nadi yang menurun / tak ada
              Distritmia.
              Krekels ; DVJ (GJK).
              Kulit panas, kering, dan kemerahan ; bola mata cekung.
INTEGRITAS EGO
Gejala         : Stres; tergantung pada orang lain.
              Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda         : Ansietas, peka rangsang.
ELIMINASI
Gejala         :  Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia.
Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru / berulang.
Nyeri tekan abdomen.
Diare.
Tanda               : Urine encer, pucat, kuning ; poliuri (dapat berkembang
                           menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipovolemia berat).
    Urine berkabut, bau busuk (infeksi).
Abdomen keras, adanya asites.
    Bising usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).   
MAKANAN / CAIRAN
Gejala         :  Hilang nafsu makan.
    Mual / muntah.
    Tidak mengikuti diet ; peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
    Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu.
    Haus.
    Penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda         :   Kulit kering / bersisik, tugor jelek.
    Kekakuan / distensi abdomen, muntah.
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan     peningkatan gula darah).
Bau halotosis / manis, bau buah (napas aseton).
NEUROSENSORI
Gejala         :  Pusing / pening.
    Sakit kepala.
    Kesemutan, kebas kelemhan pada otot. Parestesia.
    Gangguan penglihatan.
Tanda                  :  Disoreantasi; mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap
                           lanjut).
                           Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental.
    Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma).
Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
NYERI / KENYAMANAN
Gejala         :  Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat).
Tanda    :  Wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hati
PERNAPASAN
Gejala     :  Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
         purulen  (tergantung adanya infeksi / tidak).
Tanda                  :  Lapar udara.
   Batuk, dengan  / tanpa sputum purulen (infeksi).
   Frekuensi pernapasan.
KEAMANAN
Gejala         :  Kulit kering, gatal ; ulkus kulit.
Tanda         :   Demam, diaforesis.
Kulit rusak, lesi / ulserasi.
Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
Parestesia /paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
SEKSUALITAS
Gejala         :   Rabas vagina (cenderung infeksi).
Masalah impoten pada pria ; kesulitan orgasme pada wanita.
PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala    :  Faktor resiko keluarga ; DM, penyakit jantung,stroke,
                hipertensi. 
           Penyembuhan yang lambat
   Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
                                       Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
e.    Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
1.    Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2.    Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
3.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia)
4.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
5.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
6.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
7.    Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
8.    Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
9.    Risiko terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
10.    Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
11.    Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
f.    Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
a. Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
    Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
    Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
    Kulit sekitar luka teraba hangat.
    Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
    Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah: Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b. Diagnosa no. 2
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
    Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
    Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
    Pergerakan penderita bertambah luas.
    Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 –130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
c. Diagnosa no. 3
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia)
Tujuan : Klien akan memperlihatkan terjadinya tanda – tanda hidrasi yang adekuat.
Kriteria hasil :
    Pengeluaran urine yang adekuat (batas normal)
    Turgor kulit baik
    Tanda-tanda vital dalam batas normal
    Tekanan nadi perifer jelas
    Pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah
Rencana Tindakan :
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik
Rasional : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia
2. Kaji pola napas dan bau napas
Rasional : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis
3. Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit
Rasional : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari dehidrasi


4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
5. Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine
Rasional : Memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan
6. Ukur berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
7. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual
d. Diagnosa no. 4
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
    Berat badan dan tinggi badan ideal.
    Pasien mematuhi dietnya.
    Kadar gula darah dalam batas normal.
    Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
Rasional : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat
2. Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien
Rasional : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi
4. Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing
Rasional : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan ditangani secara tepat
5. Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet
Rasional : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah
e. Diagnosa no. 5
Ganguan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
    Berkurangnya oedema sekitar luka.
    pus dan jaringan berkurang
    Adanya jaringan granulasi.
    Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Rasional : Kulit bersih mengurangi keparahan luka
2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Rasional : Menghindari adanya penekanan lama pada area yang menonjol dan melancarkan sirkulasi
3. Monitor status nutrisi pasien
Rasional : Konsumsi makanan dengan kandungan glukosa rendah, sangat membantu dalam penyembuhan luka
4. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
Rasional : Perawatan luka yang tepat dengan memperhatikan keaadaan luka
5. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
Rasional : Keterlibatan keluarga sangat diperlukan dalam perawatan luka
6. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Rasional : Perawatan luka steril mencegah terjadinya infeksi nasokomial
7. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
f. Diagnosa no. 6
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan produlsi energi metabolik
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
    Pergerakan paien bertambah luas
    Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
    Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktifitas
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah
2. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan
3. Diskusi cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya
Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan
4. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari – hari yang dapat ditoleransi
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi pasien
g. Diagnosa no. 7
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
    Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
    Pasien tenang dan wajah segar.
    Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
h. Diagnosa no. 8
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil :
    Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan.
    Tanpa rasa malu dan rendah diri.
    Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

i. Diagnosa no. 9
Risiko terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
    Tanda-tanda infeksi tidak ada.
    Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 – 37,50C)
    Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut
Rasional : Pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang. baik, setiap kontak pada semua barang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien nya sendiri
Rasional : mencegah timbulnya infeksi nosokomial
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter folley, dsb)
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase.daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang (tidak berkerut)
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi
5. Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
j. Diagnosa no.10
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
    Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
    Emosi stabil., pasien tenang.
    Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
k. Diagnosa 11
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
    Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
    Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
d. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
a.    Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
b.    Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c.    Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan
































DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, Edisi 8. Jakarta: EGC.
Carpenito. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8.  Jakarta : EGC.
Doenges, M. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 3.  EGC: Jakarta
Harahap, I.A. 2010. Perawatan pasien dengan kolostomi pada penderita cancer colorectal. Diakses tanggal 31 Juli 2010, <repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../keperawatan-ikhsanuddin.pdf>.
Kurniawan, L. 2009. Karsinoma rektum. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Diakses tanggal 31 Juli 2010, <http://www.Files-of-DrsMed.tk>.
Price, S & Wilson, L. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Edisi 8. Jakarta : EGC

Soegondo S. Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus, Penerbit FK UI, Jakarta,1998.

Suyono S. Masalah Diabetes di Indonesia. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999.

Waspadji S. Komplikasi kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi pengelolaan. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta, 2006.

Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta 2006.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar